Sekalipun Zubair seorang bangsawan terpandang dalam kaumnya, namun tak kurang ia menangguing adzab derita dan penyiksaan Quraisy. Yang memimpin penyiksaan itu adalah pamannya sendiri. Pernah ia disekap di suatu kurungan, kemudian dipenuhi dengan embusan asap api agar sesak nafasnya, lalu dipangginya Zubair di bawah tekanan siksa: "Tolaklah olehmu Tuhan Muhammad itu, nanti kulepaskan kamu dari siksa ini!" Tantangan itu dijawab oleh Zubair dengan pedas dan mengejutkan: "Tidak...demi Allah, aku tak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya!".
Tak pernah ia ketinggalan dalam peperangan dan bertempur bersama Rasulullah. Banyaknya tusukan dan luka-luka yang terdapat pada tubuhnya dan masih berbekas sesudah lukanya itu sembuh membuktikan pula kepahlawanan dan keperkasaannya. Zubair mengatakan tentang luka-lukanya itu, "Demi Allah, semua luka-luka itu kudapat bersama Rasulullah pada peperangan di jalan Allah.
Zubair r.a. sangat gandrung menemui syahid! Amat merindukan mati di jalan Allah. Kelebihannya sebagai prajurit perang tergambar pada pengandalannya pada dirinya sendiri secara sempurna dan kepercayaan yang teguh. Sekalipun sampai seratus ribu orang menyertainya di medan tempur, namun akan terlihat bahwa ia berperang seakan-akan sendirian, dan seolah0olah tanggung jawab perang dan kemenangan terpikul di atas pundaknya sendiri.
Kecintaan dan penghargaan Rasul terhadap Zubair luar biasa sekali, dan Rasulullah sangat membanggakannya, katanya: "Setiap Nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Zubair bin 'Awwam...!" Karena bukan saja ia saudara sepupunya dan suami dari Asma binti Abu Bakar, tapi lebih dari itu adalah karena pengabdiannya yang luar biasa, keberaniannya yang perkasa, kepemurahannya yang tidak terkira dan pengurbanan diri dan hartanya untuk Allah Tuhan alam semesta.
Zubair adalah seorang yang berbudi tinggi dan bersifat mulia. Keberanian dan kepemurahannya seimbang laksana dua kuda satu tarikan. Ia telah berhasil mengurus perniagaannya dengan gemilang, kekayaannya melimpah, tetapi semua itu dibelanjakannya untuk membela Islam, sehingga ia sendiri mati dalam berutang, yang diwasiatkan kepada anaknya Abdullah untuk melunasi utang-utangnya.
Zubair menemui akhir hayat dan tempat kesudahannya...Setelah ia menyadari kebenaran dan berlepas tangan dari peperangan, terus diintai oleh golongan yang menghendaki terus berkobarnya api fitnah, lalu ia pun ditusuk oleh seorang pembuinuh yang curang waktu ia sedang lengah, yakni di kala ia sedang shalat menghadap Tuhannya.
0 komentar:
Posting Komentar