Selamat Datang di Website Masjid Jamie Alfalaq Jl. Gegerkalong Tengah No.7A Bandung Tlp.022-2011755

Masjid Adalah Rumah Allah

Alhamdulillah pada saat ini kita telah memenuhi panggilan Allah, memenuhi seruan Allah, pada setiap hari Jum’at. Kita telah bersiap-siap mandi sunnah, berwudlu dengan sempurna, kemudian melangkah menuju masjid, baik masjid yang berada di kampungnya maupun masjid yang berada di kantornya. Semua itu dalam rangka memenuhi fardu a’in (kewajiban shalat Jum’at yang Allah fardukan).
Ketahuilah bahwa karena dorongan iman kita berkumpul di sini, sebagai bukti adanya iman yang menghiasi sanubari kita, dalam Al Qur’an Allah SWT berfirman, surah At-Taubah ayat 18 yang artinya ; “Hanya saja orang yang memakmurkan masjid, adalah orang yang beriman kepada Allah, beriman kepada hari Akhirat, yang dia menegakkan sholat yang lima waktu dan dia menunaikan zakat, merekalah yang diharapkan mendapatkan hidayah, mendapatkan petunjuk dari Allah SWT”.
Oleh karena itu layaklah kita bersyukur, memuji kepada Allah SWT termasuk di dalam sabda Rasulullah dari Abi Hurairah, yang artinya : “Orang yang bersuci (berwudlu) di rumahnya kemudian dia pergi menuju kesebuah masjid, rumah Allah, untuk tunaikan dari pada fardhu-fardhu dan kewajiban-kewajiban yang telah Allah tetapkan, adalah dia memperoleh dari tiap-tiap langkahnya, satu langkah digugurkan kesalahannya dan diampuni dosanya oleh Allah dan langkah yang lain ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT”.
Inilah keberuntungan hamba-hamba yang shaleh, hamba-hamba yang cinta kepada masjid. Dikala dia telah selesai menunaikan kefardhuan, dia pulang kembali ke rumahnya, nanti datang waktu dia balik lagi. Demikian termasuk yang disabdakan oleh nabi kita Muhammad SAW yang artinya : “Apabila kamu melihat/me­nyaksikan ada orang yang selalu membiasakan diri datang ke masjid, dia laksanakan shalat, mengaji, atau ‘itikaf, dia pulang ke rumah esoknya dia kembali lagi, begitu terus menerus, Nabi bersabda saksikanlah orang itu, orang yang imannya teguh kepada Allah SWT”.

Di samping kita gembira dengan penuh pelbagai masjid di kota, namun kita juga merasa prihatin karena tidak sedikit, tetap saja sekalipun pangilan Jum’at telah diperdengarkan/ dikumandangkan, terkadang di pasar masih tetap ramai, di mal-mal masih tetap ramai, bahkan kami menjelang menuju ke masjid ini berdekatan dengan masjid ada beberap orang yang kami lihat orang sedang berbaris untuk membeli makanan, nongkrong, inilah yang kita sangat prihatin, tidak sempat mereka berwudlu, tidak sempat mereka bersiap memenuhi panggilan Allah, shalat yang merupakan fardu ‘ain atas diri mereka.
Di samping itu, kita merasa prihatin sebagaimana sering diungkapkan di masmedia cetak, tidak sedikit orang-orang pada hari Jum’at seharusnya ia pergi ke masjid, namun salah langkah bukan menuju ke masjid namun yang didatangi justru restoran-restoran, kadang-kadang yang dia datangi karoke-karoke, dia datangi hotel-hotel dengan kawan-kawan yang lain jenis untuk bermaksiat, Inilah tindakan-tindakan yang hanya mengikuti hawa nafsu, hentikanlah hal-hal yang semacam itu dan segeralah bertaubat dan meminta ampun kepada Allah SWT.
Marilah mulai dari sekarang kita tingkatkan kepedulian kita memakmurkan masjid-masjid baik yang ber­ada di kampung atau di mana kita bekerja, kalau sudah waktunya shalat kita si’arkan/ramaikan. Inilah yang paling baik dan itulah kewajiban kita. Lihatlah bagaimana nabi Muhammad SAW di saat gawat dengan susah payah nabi hijrah dari negeri Makkah menuju Yastrib / Madinah, Nabi musafir mengembara, dikejar oleh musuh, namun nabi ketika sampai di Quba (kurang lebih 3 km dari pusat kota), nabi membangun sebuah masjid, itulah kemudian yang dikenal dengan masjid Quba, yang selalu diziarahi oleh jamaah haji yang sudah menunaikan ibadah haji.

Menunjukan betapa pentingnya kedudukan masjid di dalam pengembangan agama Islam. Setelah dari Quba Nabi berangkat ke Yastrib, dan di sana juga mengutamakan membangun masjid dari pada membangun pemondokannya. Masjid adalah rumah Allah, di dalam hadits Nabi bersabda, yang artinya : “Masjid itu adalah rumah bagi orang yang bertaqwa”.
Apabila kita betul-betul termasuk orang-orang yang bertaqwa kepada Allah SWT, pasti kita senang/betah untuk berhubungan kepada Allah di masjid. Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya : “Orang yang betah, orang yang jinak, atau orang yang suka dengan masjid, niscaya Allahpun suka berhubungan dengan dia”. Di samping orang yang hatinya cinta kepada masjid/lekat kepada masjid, dia juga senang beribadah kepada Allah, nanti di akhirat akan mendapat naungan di bawah naungan Arasy Allah SWT, di hari yang tidak ada teduhan, melainkan teduhan Allah SWT.

Di dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya : “Ada tujuh macam orang nanti akan mendapat teduhan, naungan di bawah Arasy ar-Rahman, di hari yang tidak ada teduhan atau naungan melainkan teduhan Allah saja, di saat orang lain kepanasan, namun ada tujuh golongan yang selamat tidak ditimpa oleh panas di padang mahsyar yang begitu terik, salah satu di antara­nya adalah seorang laki-laki yang hatinya selalu lekat kepada masjid, ia senang dan suka beribadah kepada Allah SWT”.
Di dalam perkataan Ulama disebutkan “orang yang beriman, yang imannya sejati dia di masjid, bagaikan ikan di air, namun sebalikanya orang yang munafiq, yang lidahnya saja mengaku beriman tapi di bathinnya tidak, berada di masjid bagaikan burung di dalam sangkar”. Sekalipun sangkarnya dari emas, makanannya cukup, minumannya cukup tapi burung itu selalu mencari celah-celah di mana ia bisa keluar Marilah kita kembali kepada tuntunan Nabi Muhammad SAW, kita senang di masjid, barang siapa yang datang ke masjid lalu dia niat ‘itikaf, maka dia akan diampuni dosanya oleh Allah SWT. Marilah kita memohon taufiq kepada Allah SWT, mudah-mudahan semakin tebal iman kita semakin cinta pula kita kepada masjid yang merupakan baitullah (rumah Allah).

Senin, 14 September 2009

Shalat Tarawih

0 komentar

Tarawih dlm bahasa Arab adl bentuk jama’ dari
تَرْوِيْحَةٌ
yg berarti waktu sesaat utk istirahat.
Dan
تَرْوِيْحَةٌ
pada bulan Ramadhan dinamakan demikian krn para jamaah beristirahat setelah melaksanakan shalat tiap-tiap 4 rakaat.
Shalat yg dilaksanakan secara berjamaah pada malam-malam bulan Ramadhan dinamakan tarawih. . Karena para jamaah yg pertama kali bekumpul utk shalat tarawih beristirahat setelah dua kali salam .

Hukum Shalat Tarawih
Hukum shalat tarawih adl mustahab sebagaimana yg dikatakan oleh Al-Imam An-Nawawi t
ketika menjelaskan tentang sabda Nabi n
yg diriwayatkan oleh Abu Hurairah z
:

مَنْ قَامَ رَمَصَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa menegakkan Ramadhan dlm keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah k
niscaya diampuni dosa yg telah lalu.”
“Yang dimaksud dgn qiyamu Ramadhan adl shalat tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih hukum mustahab .” . Dan beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama tentang sunnah hukum shalat tarawih ini dlm Syarh Shahih Muslim dan Al-Majmu’ .
Ketika Al-Imam An-Nawawi t
menafsirkan qiyamu Ramadhan dgn shalat tarawih mk Al-Hafizh Ibnu Hajar t
memperjelas kembali tentang hal tersebut: “Maksud bahwa qiyamu Ramadhan dapat diperoleh dgn melaksanakan shalat tarawih dan bukanlah yg dimaksud dgn qiyamu Ramadhan hanya diperoleh dgn melaksanakan shalat tarawih saja .”
Mana yg lbh utama dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau sendiri-sendiri di rumah?
Dalam masalah ini terdapat dua pendapat:
Pendapat pertama yg utama adl dilaksanakan secara berjamaah.
Ini adl pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan sebagian besar sahabat juga pendapat Abu Hanifah dan Al-Imam Ahmad dan disebutkan pula oleh Ibnu Qudamah dlm Al-Mughni dan Al-Mirdawi dlm Al-Inshaf serta sebagian pengikut Al-Imam Malik dan lain sebagaimana yg telah disebutkan Al-Imam An-Nawawi t
dalam Syarh Shahih Muslim .
Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama dan pendapat ini pula yg dipegang Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani t
beliau berkata: “Disyariatkan shalat berjamaah pada qiyam bulan Ramadhan bahkan dia lbh utama daripada sendirian” .
Pendapat kedua yg utama adl dilaksanakan sendiri-sendiri.
Pendapat kedua ini adl pendapat Al-Imam Malik dan Abu Yusuf serta sebagian pengikut Al-Imam Asy-Syafi’i. Hal ini sebutkan pula oleh Al-Imam An-Nawawi .
Adapun dasar masing-masing pendapat tersebut adl sebagai berikut:
Dasar pendapat pertama:
1. Hadits ‘Aisyah x
beliau berkata:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ: قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ، وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الْخُرُوْجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ. وَذَلِكَ فِيْ رَمَضَانَ

“Sesungguh Rasulullah n
pada suatu malam shalat di masjid lalu para shahabat mengikuti shalat beliau n
kemudian pada malam berikut beliau shalat mk manusia semakin banyak kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. mk Rasulullah n
tak keluar pada mereka lalu ketika pagi hari beliau n
bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yg telah kalian lakukan dan tidaklah ada yg mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguh aku khawatir akan diwajibkan pada kalian’ dan itu terjadi di bulan Ramadhan.”
• Al-Imam An-Nawawi t
berkata: “Dalam hadits ini terkandung boleh shalat nafilah secara berjamaah akan tetapi yg utama adl shalat sendiri-sendiri kecuali pada shalat-shalat sunnah yg khusus seperti shalat ‘Ied dan shalat gerhana serta shalat istisqa’ dan demikian pula shalat tarawih menurut jumhur ulama.”
• Tidak ada pengingkaran Nabi n
terhadap para shahabat yg shalat bersama pada beberapa malam bulan Ramadhan.
2. Hadits Abu Dzar z
beliau berkata Rasulullah n
bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ اْلإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

“Sesungguh seseorang apabila shalat bersama imam sampai selesai mk terhitung bagi qiyam satu malam penuh.”
Hadits ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t
dalam Shahih Sunan Abi Dawud . Berkenaan dgn hadits di atas Al-Imam Ibnu Qudamah mengatakan: “Dan hadits ini adl khusus pada qiyamu Ramadhan .”
Asy-Syaikh Al-Albani t
berkata: “Apabila permasalahan seputar antara shalat yg dilaksanakan pada permulaan malam secara berjamaah dgn shalat pada akhir malam secara sendiri-sendiri mk shalat dgn berjamaah lbh utama krn terhitung bagi qiyamul lail yg sempurna.”
3. Perbuatan ‘Umar bin Al-Khaththab z
dan para shahabat lain g
ketika ‘Umar bin Al-Khaththab z
melihat manusia shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan mk sebagian mereka ada yg shalat sendirian dan ada pula yg shalat secara berjamaah kemudian beliau mengumpulkan manusia dlm satu jamaah dan dipilihlah Ubai bin Ka’b z
sebagai imam .
4. Karena shalat tarawih termasuk dari syi’ar Islam yg tampak mk serupa dgn shalat ‘Ied.
5. Karena shalat berjamaah yg dipimpin seorang imam lbh bersemangat bagi keumuman orang2 yg shalat.
Dalil pendapat kedua:
Hadits dari shahabat Zaid bin Tsabit z
sesungguh Nabi n
bersabda: “Wahai manusia shalatlah di rumah kalian! Sesungguh shalat yg paling utama adl shalat seseorang yg dikerjakan di rumah kecuali shalat yg diwajibkan.”
Dengan hadits inilah mereka mengambil dasar akan keutamaan shalat tarawih yg dilaksanakan di rumah dgn sendiri-sendiri dan tdk dikerjakan secara berjamaah.
Pendapat yg rajih dlm masalah ini adl pendapat pertama krn hujjah-hujjah yg telah tersebut di atas. Adapun jawaban pemegang pendapat pertama terhadap dasar yg digunakan oleh pemegang pendapat kedua adalah:
• Bahwasa Nabi n
memerintahkan para shahabat utk mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan di rumah mereka krn kekhawatiran beliau n
akan diwajibkan shalat malam secara berjamaah dan kalau tdk krn kekhawatiran ini niscaya beliau akan keluar menjumpai para shahabat . Dan sebab ini sudah tdk ada dgn wafat Nabi n
. krn dgn wafat beliau n
maka tdk ada kewajiban yg baru dlm agama ini.
Dengan demikian mk pemegang pendapat pertama telah menjawab terhadap dalil yg digunakan pemegang pendapat kedua. Wallahu a’lam.

Waktu Shalat Tarawih
Waktu shalat tarawih adl antara shalat ‘Isya hingga terbit fajar sebagaimana sabda Rasulullah n
:

إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ

“Sesungguh Allah telah menambah shalat pada kalian dan dia adl shalat witir. mk lakukanlah shalat witir itu antara shalat ‘Isya hingga shalat fajar.” ini sanad shahih” sebagaimana dlm Ash-Shahihah 1/221 no.108}

Jumlah Rakaat dlm Shalat Tarawih
Kemudian utk jumlah rakaat dlm shalat tarawih adl 11 rakaat berdasarkan:
1. Hadits yg diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman beliau berta pada ‘Aisyah x
tentang sifat shalat Rasulullah n
pada bulan Ramadhan beliau menjawab:

مَا كَانَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ..

“Tidaklah melebihkan pada bulan Ramadhan dan tdk pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.”
‘Aisyah x
dalam hadits di atas mengisahkan tentang jumlah rakaat shalat malam Rasulullah n
yg telah beliau saksikan sendiri yaitu 11 rakaat baik di bulan Ramadhan atau bulan lainnya. “Beliaulah yg paling mengetahui tentang keadaan Nabi n
di malam hari dari lainnya.”
Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani t
berkata: “ rakaat adl 11 rakaat dan kami memilih tdk lbh dari krn mengikuti Rasulullah n
maka sesungguh beliau n
tak melebihi 11 rakaat sampai beliau n
wafat.”
2. Dari Saaib bin Yazid beliau berkata:

أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيْمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُوْمَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

“’Umar bin Al-Khaththab z
memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan Tamim Ad-Dari utk memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.”
Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani t
berkata dlm Al-Irwa tentang hadits ini: “ ini isnad sangat shahih.” Asy-Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin t
berkata: “Dan ini merupakan nash yg jelas dan perintah dari ‘Umar z
dan sesuai dengan z
krn beliau termasuk manusia yg paling bersemangat dlm berpegang teguh dgn As Sunnah apabila Rasulullah n
tak melebihkan dari 11 rakaat mk sesungguh kami berkeyakinan bahwa ‘Umar z
akan berpegang teguh dgn jumlah ini .”
Adapun pendapat yg menyatakan bahwa shalat tarawih itu jumlah 23 rakaat adl pendapat yg lemah krn dasar yg digunakan oleh pemegang pendapat ini hadits-hadits yg lemah. Di antara hadits-hadits tersebut:
1. Dari Yazid bin Ruman beliau berkata:

كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِيْ زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِيْ رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً

“Manusia menegakkan di bulan Ramadhan pada masa ‘Umar bin Al-Khaththab z
23 rakaat.”
Al-Imam Al-Baihaqi t
berkata: “Yazid bin Ruman tdk menemui masa ‘Umar z
”.

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani t
men-dha’if-kan hadits ini sebagaimana dlm Al-Irwa .
2. Dari Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dari Hakam dari Miqsam dari Ibnu ‘Abbas c
:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّى فِيْ رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكَعَةَ وَالْوِتْرَ

“Sesungguh Nabi n
shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat dan witir.”
Al-Imam Ath-Thabrani t
berkata: “Tidak ada yg meriwayatkan hadits ini dari Hakam kecuali Abu Syaibah dan tidaklah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas kecuali dgn sanad ini saja.”
Dalam kitab Nashbur Rayah dijelaskan: “Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman adl perawi yg lemah menurut kesepakatan dan dia telah menyelisihi hadits yg shahih riwayat Abu Salamah sesungguh beliau berta pada ‘Aisyah x
: “Bagaimana shalat Rasulullah n
di bulan Ramadhan? .” Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani t
menyatakan bahwa hadits ini maudhu’ .
Sebagai penutup kami mengingatkan tentang kesalahan yg terjadi pada pelaksanaan shalat tarawih yaitu dgn membaca dzikir-dzikir atau doa-doa tertentu yg dibaca secara berjamaah pada tiap-tiap dua rakaat setelah salam. Amalan ini adl amalan yg bid’ah .
Wallohu a’lam

Sumber: www.asysyariah.com

0 komentar:

Posting Komentar